A.
DEFINISI
` Tuberkulosis paru adalah suatu
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Depkes RI,
2002). Definisi lain menyebutkan bahwa Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit
infeksi menahun yang menular yang disebabkan oleh mybacterium tuberculosis
(Depkes RI, 1998). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara (pernapasan) ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru ke
organ tubuh yang lain melaui peredaran darah, kelenjar limfe, saluran nafas,
atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).
B.
ETIOLOGI
·
Tuberculosis merupakan
penyakit paru yang disebabkan mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert
Koch (1882).
·
Kuman berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena
itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan
sinar matahari langsung.
·
Basil tuberculosis dapat hidup
dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering tetapi dapat mati pada
suhu 60 derajad C dalam 15 – 20 menit.
C. KLASIFIKASI
Tuberkulosis
dibedakan menjadi dua yaitu tuberkulosis primer dan tuberkulosis post primer.
Pada tuberkulosis primer penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara.
Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang yang sehat maka akan
menempel pada jalan nafas atau paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari cabang trakheo-bronkhial beserta
gerakan silia dengan sekretnya. Sedangkan Tuberculosis Post Primer
dari TBC primer akan muncul bertahun-tahun lamanya menjadi TBC post Primer. Post Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di sebagian apical posterior atau inferior pada paru. (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
dari TBC primer akan muncul bertahun-tahun lamanya menjadi TBC post Primer. Post Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di sebagian apical posterior atau inferior pada paru. (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
D.PATOFISIOLOGI
Bakteri juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tetapi jarang sekali
terjadi. Bila bakteri menetap di
jaringan paru, akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Bakteri terbawa masuk ke organ lainnya. Bakteri yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang tuberculosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek efek primer. Sarang primer
ini dapat terjadi di bagian-bagian jaringan paru. Dari sarang primer ini akan
timbul peradangan saluran getah bening hilus (limfangitis lokal), dan diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis hilus). Sarang primer,
limfangitis local, limfadenitis regional disebut sebagai kompleks primer (Soeparman,
1990; Snieltzer, 2000).
Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi sembuh dengan meninggalkan cacat
atau sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon, ataupun bisa berkomplikasi
dan menyebar secara perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya,
secara bronkhogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat
juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara limfogen,
secara hematogen, ke organ lainnya (Soeparman, 1990; Snieltzer, 2000).
E. TANDA DAN GEJALA
Gejala-gejala klinis yang muncul pada klien TBC paru adalah sebagai berikut
: demam yang terjadi biasanya menyerupai demam pada influenza, terkadang sampai
40-410 C. Batuk terjadi karena iritasi bronchus, sifat batuk dimulai
dari batuk non produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk
produktif. Keadaan lanjut dapat terjadi hemoptoe karena pecahnya pembuluh
darah. Ini terjadi karena kavitas, tapi dapat juga terjadi ulkus dinding bronchus.
Sesak nafas terjadi pada kondisi lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru. Nyeri dada timbul bila sudah terjadi infiltrasi ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Malaise dengan gejala yang dapat ditemukan adalah
anorexia, berat badan menurun,
sakit kepala, nyeri otot, keringat malam hari (Soeparman, 1990; Heitkemper,
2000).
F. CARA PENULARAN
- Penyakit TBC menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.
- Bacteri bia masuk dan terkumpul dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itu infeksi TBC menginfeksi hamper seluruh organ tubuh sesperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening.
- Factor lain adalah kondisi rumah lembab karena cahaya matahari dan udara tidak bersirkulasi dengan baik sehingga bakteri tuberculosis berkembang dengan baik dan membahayakan orang yang tinggal didalam rumah.
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS TBC
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, foto thoraks, uji tuberkulin, laboratorium, dan pemerikasaan
patologi anatomi (PA). Di Indonesia sebagai standar untuk penegakan diagnosis
tuberkulosis paru adalah pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis
sangat cocok dengan kondisi Puskesmas dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis
paru (Depkes RI, 2002). Oleh karena itu untuk deteksi kuman TBC digunakan
pemeriksaan mikroskopis dalam menetapkan diagnosis dan pengobatan.
H. PENGOBATAN
Pengobatan Tuberkulosis Paru mempunyai tujuan : 1) Menyembuhkan klien
dengan gangguan seminimal mungkin; 2) Mencegah kematian klien yang sakit sangat
berat; 3) Mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang terkait; 4)
Mencegah kambuhnya penyakit; 5) Mencegah kuman TBC menjadi resisten; 6)
Melindungi keluarga dan masyarakat terhadap infeksi (Crofton, Norman &
Miller, 2002).
Sistem pengobatan klien tuberkulosis paru dahulu, seorang klien harus
disuntik dalam waktu 1-2 tahun. Akibatnya klien menjadi tidak sabar dan bosan
untuk berobat. Sistem pengobatan sekarang, seorang klien diwajibkan minum obat
selama 6 bulan. Jenis obat yang harus diminum harus disesuaikan dengan kategori
pengobatan yang diberikan (Depkes RI, 1997).
Terapi obat yang dilakukan sekarang dengan terapi jangka pendek selama enam
bulan dengan jenis obat INH atau Isoniasid (H), Rifampicin (R), Pirazinamid
(Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (Soeparman, 1990). Paduan obat anti
tuberkulosis tabel 1 adalah paduan yang digunakan dalam program nasional
penanggulangan tuberkulosis dan dikemas dalam bentuk paket kombipak (Depkes RI,
2002). Paduan pengobatan terbaru dengan menggunakan FDCs (Fix Dose
Combinations) yaitu kombinasi dari obat anti tuberkulosis dalam satu
kemasan (WHO, 2002)
KATEGORI PENGOBATAN KLIEN TBC PARU
Paduan
Obat
|
|||
Kategori
|
Tahap
Intensif
|
Tahap
Lanjutan
|
Untuk
Klien Tuberkulosis
|
I
|
2HRZE
|
4H3R3
|
TBC Paru
baru BTA (+)
TBC Paru
BTA (-) Ro (+) dengan kerusakan jaringan paru yang luas
TBC
ekstra paru sakit berat
|
II
|
2HRZES
atau 1HRZE
|
5H3R3E3
|
TBC paru
BTA (+), kambuh
TBC paru
BTA (+), gagal
TBC paru
BTA (+), pengobatan ulang karena lalai berobat
|
III
|
2HRZ
|
4H3R3
|
TBC paru
BTA (-) Ro (+)
TBC
ekstra paru
|
Keterangan :
H : INH; R : Rifampicin; E : Etambutol; Z : Pirasinamid; S : Streptomisin
(Depkes, RI, 2002)
Angka yang berada di depan menunjukkan lamanya minum obat dalam bulan,
sedangkan angka di belakang huruf menunjukkan berapa kali dalam seminggu obat
tersebut diminum. Sebagai contoh 2HRZ artinya INH, Rifampicin dan Pirasinamid
diminum dalam jangka waktu 2 bulan dan minumnya setiap hari. 4H3R3 artinya INH,
Rifampicin diminum selama 4 bulan dan diminum 3 kali dalam seminggu (Depkes RI,
2002).
Efek samping yang ditimbulkan dari obat-obat tersebut adalah : INH :
Hepatotoksik. Rifampicin dapat terjadi sindrom flu dan hepatotoksik. Pada
Streptomisin dapat mengakibatkan nefrotoksik, gangguan nervus VIII cranial.
Pirazinamid dapat mengakibatkan hepatotoksik dan hiperurisemia. Etambutol dapat
mengakibatkan neurosis optika, nefrotoksik, skin rash atau dermatitis. Efek
samping dari obat anti tuberkulosis yang tersering terjadi pada klien adalah pusing,
mual, muntah-muntah, gatal-gatal, mata kabur dan nyeri otot atau tulang (Depkes
RI, 2002). Agar pengobatan berhasil, efek samping dapat terdeteksi secara dini
dan dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan terdekat, maka diperlukan
pengawas minum obat karena ketidakteraturan minum obat dapat menyebabkan
resistensi terhadap obat.
Upaya untuk mencegah terjadinya resistensi, terapi tuberkulosis paru
dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya 2 macam obat yang bakterisid.
Dengan memakai obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena
jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih, dan pola
resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH (Soeparman, 1990; Depkes RI,
2001). Peran perawat komunitas untuk menghindari terjadinya resistensi obat
adalah dengan selalu memantau pengobatan dengan kunjungan rumah dan memberikan
penyuluhan akibat ketidakteraturan minum obat.
Selain menggunakan OATS ada metode lain yang dapat digunakan yaitu:
- Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)
Adalah nama suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar
di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB paru. Strategi ini terdiri
dari lima komponen yaitu:
a.
Dukungan
politik para pemimpin disetiap jenjang sehongga program ini menjadi salah satu
prioritas dan pendanaan oun akan tersedia.
b.
Mikroskop
sebagai komponene utama untuk mendiagnosa TB paru melalui pemeriksaan sputum
langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasif.
c.
Pengawasan
minum obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh pasien maupun
petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum obat seluruh obatnya
sehngga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum seluruh obat dan diharapkan
keswembuhan pada akhir masa pengobatannya
d.
Pencatatan dan
pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari sistem surveilans penyakit
ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
e.
Panduan obat
anti TB paru jangka pendek yang benar, termasuk dosis, dan jangka waktu yang
tepat sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
I. KOMPLIKASI
- TB laring
- Pleuritis eksudatif
- Pneumotorak
- Abses paru
J.
PENCEGAHAN
- Vaksinasi BCG
Pembrian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberculosis yang virulen. Imunitas timbul enam sampai delapan minggu setelah
pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin
terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan menimbukan
komplikasi yang berat.
- Mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan optimal dengan sedapat mungkin menghindarkan faktor-faktor yang dapat melemahkan seperti kortikosteroid dan kurang gizi.
- Menghindari kontak dengan penderita aktif TB
- Menggunakan obat obatan sebagai langkah pencegahan pada kasus beresiko tinggi.
- Menjaga stándar hidup yang baik, kasus baru dan pasien yang berpotensi tertular interprestasi melalui penggunaan dan interprestasi tes kulit tuberculin yang tepat imunisasi BCG.
K. PROGNOSIS
·
Dengan
pengobatan yang tepat dan disiplin 95% dapat diatasi.
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
A.
Pengkajian
1.
Pengkajian Inti
a. Usia : semua rentang usia memiliki
resiko untuk terkena penyakit TB paru
b. Jenis kelamin : baik laki – laki maupun perempuan dapat
terkena penyakit TB paru
c. Suku bangsa : semua suku bangsa bisa terkena TB paru
d. Keluhan yang dirasakan
masyarakat : adanya salah satu warga atau beberapa orang warga yang memiliki
tanda-tanda TB Paru seperti batuk yang lama, demam tinggi, BB menurun,dll.
e. Pengkajian Fisik meliputi
tanda-tanda vital, pemeriksaan dahak, pemeriksaan darah, status nutrisi.
f. Angka kematian penderita TB
Paru di Indonesia mencapai angka 250 juta kasus baru diantaranya 140 ribu
menyebabkan kematian.
2. Pengkajian Instrumen
a. Lingkungan fisik
§
Pemukiman : daerah pada penduduk.
§
Sanitasi : - penyediaan air bersih
- peneyediaan air minum
- pembuangan sampah
-sumber polusi
b.
Pelayanan kesehatan dan social
§
Pelayanan kesehatan :
- Lokasi sarana kesehatan :
bisa dijangkau oleh masyarakat
- Sumber daya yang dimiliki :
adanya kader atau tenaga kesehatan yang terlatih
- Jumlah kunjungan :
presentase jumlah penderita TB Paru yang berkunjung ke pelayanan kesehatan
- Sistem rujukan : memiliki
system rujukan ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
§
Fasilitas social ( pasar, took, swalayan )
- Lokasi : dalam komunitas
apakah bisa dijangkau oleh masyarakat
- Kepemilikan : fasilitas
dimiliki oleh pribadi/individu atau pemerintah
-Kecukupan : dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat
c.
Ekonomi
§
Jenis pekerjaan : pekerjaan masyarakat setempat, biasanya petani dan
tukang, buruh
§
Jumlah penghasilan rata-rata per bulan :
§
Jumlah pengeluaran rata-rata per bulan : >Rp. 200.000,00
d.
Pendidikan
§
Tingkat pendidikan komunitas : rata-rata lulusan SMA
§
Fasilitas pendidikan yang tersedia : formal atau non formal
§
Jenis bahasa yang digunakan : bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat
e.
Kebijakan dan Pemerintahan
§
Penyediaan tempat rehabilitasi TB Paru
§
Pelatihan PMO (Pengawas Minum Obat)
B. Analisa Data
No.
|
Data Subjektif
|
Data Objektif
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
-Masyarakat mengatakan sering meludah disembarang tempat
-Masyarakat mengatakan tidak tahu mengenai penyakit TB paru
|
-Tidak ada pengkhususan
alat tenun dan alat makan antara penderita dengan
orang yang sehat.
- 50 KK dari 1000 KK menderita penyakit TB paru ditandai dengan
masyarakat terlihat batuk terus menerus, lemas, letih.
|
Kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang penyakit TB paru
|
Terjadinya penularan TB paru
|
2.
|
-Masyarakat mengatakan malas dan sering lupa minum obat karena harus
meminum obat secara rutin dalam jangka waktu yang lama.
-Masyarakat mengatakan kurangnya pengawasan dalam minum OAT
|
-40% dari masyarakat desa X masih banyak yang menderita TB paru.
-Tidak adanya pengawas OAT.
|
-kurangnya PMO di komunitas.
|
-terjadi
kegagalan pengobatan (drop out) di desa X
|
3.
|
-Masyarakat yang menderita TB paru
mengatakan nafsu makan menurun.
|
-Masyarakat terlihat kurus, lemah, letih, dan lesu.
|
Status ekonomi rendah
|
Gangguan nutrisi
|
thx udh antu
iya sama-sama :) terimakasih udah mampir di blog saya :)
diagnosa, intervensi sama implimentasinya gak da ya?
bole liat intervensinya aja gak